tipsproperti.com - Di tengah naik-turunnya perekonomian global, ketegangan geopolitik, dan fluktuasi suku bunga, banyak orang kembali menanyakan pertanyaan klasik: lebih baik investasi di properti atau emas? Bagi investor pemula maupun yang sudah lama berkecimpung di dunia investasi, memilih antara dua instrumen ini sering kali bukan perkara gampang.
Jika kita buka Google dan ketik “properti vs emas”, kita
akan menemukan ratusan artikel membahas hal ini dari berbagai sudut pandang.
Tapi yang jarang dijelaskan secara mendalam adalah bagaimana konteks pengalaman
pribadi, tujuan finansial, serta profil risiko berperan besar dalam menentukan
mana yang lebih cocok untuk Anda. Artikel ini mencoba menjawab itu.
🔗 Baca juga pembahasan
lengkap seputar properti vs emas untuk
pemula di tipsproperti.com.
Nilai Jangka Panjang: Properti Stabil, Emas Bertahan
Properti memiliki keunggulan dari sisi nilai tambah
jangka panjang. Selain mengalami kenaikan harga yang relatif konsisten dari
tahun ke tahun, properti juga bisa mendatangkan passive income melalui
sewa. Misalnya, rumah kos, ruko, atau properti residensial di kawasan
berkembang dapat disewakan dan menghasilkan cashflow bulanan.
Sebaliknya, emas adalah pilihan ideal untuk investor yang
ingin menyimpan kekayaan dalam bentuk aset likuid dan mudah dicairkan.
Harga emas relatif lebih stabil saat krisis, dan cocok sebagai alat lindung
nilai (hedging). Ketika inflasi naik, emas biasanya naik juga. Tapi, tidak ada
pemasukan pasif dari emas.
Sebagai investor yang pernah merasakan kenaikan harga tanah
di pinggiran Surabaya sebesar 35% dalam 3 tahun, saya bisa menyebut properti
sebagai “aset sabar” yang menghasilkan ketika kita menahannya cukup lama. Namun
saat pandemi 2020 melanda dan ada kebutuhan dana mendesak, emas menjadi
penyelamat karena bisa dicairkan dalam hitungan jam.
Modal Awal dan Aksesibilitas: Emas Lebih Fleksibel
Satu hal yang membuat banyak anak muda memilih emas adalah
karena aksesnya jauh lebih mudah. Anda bisa mulai investasi emas digital
dari nominal Rp10.000 lewat aplikasi. Tanpa notaris, tanpa proses akad kredit,
tanpa urus IMB atau PBB.
Properti membutuhkan modal awal besar dan serangkaian
proses legalitas. Bahkan KPR pun tetap membutuhkan uang muka, biaya notaris,
dan persyaratan administrasi. Tapi properti punya nilai leverage tinggi —
misalnya Anda bisa membeli properti seharga Rp500 juta hanya dengan modal awal
Rp100 juta menggunakan skema kredit.
Dengan kata lain, emas menang di fleksibilitas dan
kemudahan. Tapi properti menang dari potensi nilai tambah dan leverage.
Risiko: Properti Lebih Rumit, Emas Lebih Volatil
Dari sisi risiko, properti cenderung menghadirkan tantangan
seperti:
- Biaya
perawatan dan renovasi.
- Risiko
rumah kosong.
- Perizinan
yang kompleks.
- Potensi
kehilangan penyewa saat krisis.
Namun, properti tidak mudah dijual, sehingga Anda cenderung
tidak mudah tergoda untuk “cut loss” saat panik.
Sebaliknya, emas menghadapi risiko dari fluktuasi harga yang
dipengaruhi banyak faktor global seperti suku bunga The Fed, nilai tukar USD,
hingga ketegangan geopolitik. Tapi karena bisa dijual kapan saja, emas jadi
instrumen yang fleksibel untuk emergency fund.
Tujuan Investasi dan Gaya Hidup Menentukan Pilihan
Apakah Anda ingin membangun kekayaan pasif lewat aset
produktif? Maka properti bisa jadi pilihan yang lebih tepat.
Tapi jika Anda hanya ingin menjaga daya beli uang atau
tabungan dari inflasi, emas lebih cocok.
Misalnya, seorang karyawan di usia 30-an dengan penghasilan
tetap dan tidak punya waktu mengelola rumah sewa mungkin lebih nyaman investasi
emas. Tapi bagi pengusaha atau keluarga muda yang ingin punya “aset warisan”,
properti sering dianggap lebih prestise dan tangible.
Data Historis: Siapa yang Lebih Unggul?
Mengacu pada data lima tahun terakhir:
- Harga
emas naik sekitar 48% dari 2019 hingga 2024.
- Harga
properti di kota-kota besar naik antara 20–35%, tergantung lokasi dan
jenisnya.
Namun, data tersebut tidak menghitung potensi pendapatan
sewa, yang bisa membuat ROI properti lebih tinggi dalam jangka panjang.
Sebagai gambaran, rumah kos saya di Sidoarjo yang dibeli
seharga Rp450 juta di 2020, kini menghasilkan sekitar Rp36 juta per tahun dari
sewa. Artinya dalam 12 tahun, modal awal sudah tertutupi. Belum termasuk
apresiasi nilai aset.
Sudut Pandang Pajak dan Legalitas
Pajak properti seperti PBB dan BPHTB memang cukup menyita
perhatian investor. Anda juga harus mengikuti peraturan daerah setempat soal
zonasi dan IMB. Namun, kepemilikan properti memberikan kekuatan legal yang
jelas dan diakui secara formal.
Sementara emas, terutama dalam bentuk perhiasan, sering kali
tidak terdokumentasi secara lengkap. Tapi untuk emas batangan atau emas
digital, legalitas dan pencatatan sudah mulai rapi karena regulasi dari OJK dan
Bappebti.
Bagaimana Kombinasinya?
Daripada memilih satu, banyak investor kini menggabungkan
keduanya. Properti digunakan untuk pertumbuhan kekayaan jangka panjang,
sementara emas menjadi alat proteksi nilai yang likuid.
Strategi yang saya gunakan pribadi sejak 2021 adalah:
- 70%
aset di properti (rumah kos dan rumah sewa).
- 30%
aset di emas digital dan fisik.
Hal ini membuat portofolio saya tidak terlalu rentan saat
krisis, tapi tetap bertumbuh saat pasar properti membaik.
Tips untuk Pemula yang Masih Bingung Memilih
- Tentukan
tujuan keuangan utama Anda: Apakah ingin pendapatan pasif, melindungi
uang dari inflasi, atau kombinasi keduanya?
- Hitung
kemampuan finansial: Kalau modal terbatas, mulailah dari emas, lalu
kumpulkan untuk properti.
- Pertimbangkan
waktu dan komitmen: Properti butuh waktu dan perhatian lebih,
sedangkan emas lebih pasif.
- Gunakan
simulasi ROI sederhana: Bandingkan potensi sewa properti vs potensi
kenaikan harga emas dalam 5 tahun ke depan.
- Belajar
dari pengalaman orang lain: Cari testimoni, studi kasus, atau
komunitas yang terbuka soal strategi investasinya.